Selasa, 27 Mei 2008

Enceng gondok (Eichhornia crassipes).

Enceng gondok (Eichhornia crassipes).

Pertama kali ditemukan secara tidak sengaja oleh seorang ilmuwan bernama Karl Von Mortius pada tahun 1824 ketika sedang melakukan ekspedisi di Sungai Amazon Brazilia. Karena kerapatan pertumbuhan eceng gondok yang tinggi, tumbuhan ini dianggap sebagai gulma yang dapat merusak lingkungan perairan.

Eceng gondok hidup mengapung di air dan kadang-kadang berakar dalam tanah. Tingginya sekitar 0,4 - 0,8 meter. Tidak mempunyai batang. Daunnya tunggal dan berbentuk oval. Ujung dan pangkalnya meruncing, pangkal tangkai daun menggelembung. Permukaan daunnya licin dan berwarna hijau. Bunganya termasuk bunga majemuk, berbentuk bulir, kelopaknya berbentuk tabung. Bijinya berbentuk bulat dan berwarna hitam. Buahnya kotak beruang tiga dan berwarna hijau. Akarnya merupakan akar serabut.

Beberapa dampak negatif yang ditimbulkan oleh enceng gondok antara lain :

a. Meningkatnya evapontranspirasi, penguapan dan hilangnya air melalui daun-daun tanaman), karena daun-daunnya yang lebar dan serta pertumbuhannya yang cepat.

b. Menurunnya jumlah cahaya yang masuk kedalam perairan sehingga menyebabkan menurunnya tingkat kelarutan oksigen dalam air (DO: Dissolved Oxygens)

c. Mengganggu lalu lintas (transportasi) air, khususnya bagi masyarakat yang kehidupannya masih tergantung dari sungai seperti di pedalaman Kalimantan dan beberapa daerah lainnya

d. Meningkatnya habitat bagi vektor penyakit pada manusia

e. Menurunkan nilai estetika lingkungan perairan.

Pemanfaatan eceng gondok untuk memperbaiki kualitas air yang tercemar telah biasa dilakukan, khususnya terhadap limbah domestik dan industri sebab eceng gondok memiliki kemampuan menyerap zat pencemar yang tinggi daripada jenis tumbuhan lainnya.

Kecepatan penyerapan zat pencemar dari dalam air limbah oleh eceng gondok dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya komposisi dan kadar zat yang terkandung dalam air limbah, kerapatan eceng gondok, dan waktu tinggal eceng gondok dalam air limbah. Moenandir (1990) menyebutkan, bahwa pada konsentrasi kadar O2 yang terlarut dalam air 3,5 - 4,8 ppm perkembangbiakan eceng gondok dapat berjalan dengan cepat.

Eceng gondok memiliki akar yang bercabang-cabang halus, permukaan akarnya digunakan oleh mikroorganisme sebagai tempat pertumbuhan (Neis, 1993). Muramoto dan Oki dalam Sudibyo (1989) menjelaskan, bahwa Eceng gondok dapat digunakan untuk menghilangkan polutan, karena fungsinya sebagai sistem filtrasi biologis, menghilangkan nutrien mineral, untuk menghilangkan logam berat seperti cuprum, aurum, cobalt, strontium, merkuri, timah, kadmium dan nikel.

Little (1968), Lawrence dan Moenandir (1990), Haider (1991) serta Sukman dan Yakup (1991), menyebutkan bahwa Eceng gondok banyak menimbulkan masalah pencemaran sungai dan waduk, tetapi mempunyai manfaat antara lain:

1. Mempunyai sifat biologis sebagai penyaring air yang tercemar oleh berbagai bahan kimia buangan industri

2. Sebagai bahan penutup tanah (mulch) dan kompos dalam kegiatan pertanian dan perkebunan

3. Sebagai sumber gas yang antara lain berupa gas ammonium sulfat, gas hydrogen, nitrogen dan metan yang dapat diperoleh dengan cara fermentasi

4. Bahan baku pupuk tanaman yang mengandung unsur NPK yang merupakan tiga unsur utama yang dibutuhkan tanaman

5. Sebagai bahan industri kertas dan papan buatan

6. Sebagai bahan baku karbon aktif

7. sumber lignoselulosa yang dapat dikonversi menjadi produk yang lebih berguna, seperti pakan ternak.

Tidak ada komentar: