Selasa, 27 Mei 2008

Fitoremidiasi Air Tercemar Triclorophenol dengan Mengunakan Enceng Gondok

Enceng Gondok sumber masalah yang dijadikan penyelesai masalah

Latar Belakang

Dalam proses pembuatannya pestisida jenis herbisida mengunakan senyawa tambahan yang dikenal dengan nama triklorofenol (Trichlorophenol). Penambahan ini bertujuan untuk mencegah dan tumbuhnya jamur pada lahan pertanian, penggunaannya juga dilakukan pada penambahan jenis pestisida lainnya. Triklorofenol juga digunakan dalam industri pembuatan kertas sebagai zat tambahan untuk memperlama usia kertas dan mencegah tumbuhnya jamur pada permukaan kertas. Selain digunakan sebagai bahan tambahan, triklorofenol juga dapat terbentuk pada air limbah industri yang mengandung fenol atau asam aromatik tertentu dicampur dengan hipoklorit tertentu. Para peneliti juga menemukan triklorofenol dalam sampel air sungai, sampel gas buangan pabrik pengolahan sampah dan di udara (HSDB, 2001)

Keberadaan industri pestisida dan kertas selain membawa manfaat juga berpotensi untuk mencemari lingkungan dengan adanya penggunaan bahan-bahan kimia yang jika melebihi batas normal. Triklorofenol atau TCP memiliki dampak yang sangat berbahaya bagi manusia dan makhluk hidup lainnya. 2,4,6 triclorofenol merupakan karsinogen bagi manusia (IARC, 1979) jika terakumulasi pada manusia secara berlebih. Jika dikaitkan dengan bahan makanan maka sebuah pengujian membuktikan bahwa TCP jenis 2,4,6 triclorofenol dapat menyebabkan leukimia atau lymphomas pada tikus jantan. TCP dalam kadar rendah juga sering ditemukan pada beberapa jenis makanan. (HSDB,2001). TCP juga memberikan dampak langsung seperti kulit menjadi terbakar, iritasi mata, iritasi saluran pencernaan, keracunan dan gangguan pada paru-paru jika terhirup. Sesuai peraturan pemerintah No.20 Tahun 1990 mengenai baku mutu standar kualitas air pada peraiaran umum diketahui bahwa batas maksimal TCP adalah 0,01 Mg/L. Sedangkan sebagai air konsumsi triklorofenol maksimal yang terkandung didalam air adalah 0,004 Mg/L (Badan Regulator Pelayanan Air Minum DKI Jakarta)

Keterbatasan metoda lumpur aktif dalam mengolah beberapa senyawa klorofenol beserta turunannya seperti triklorofenol disebabkan karena mikroorganisme yang ada tidak dapat memproduksi enzym sebagai biokatalis yang dapat mendegradasi senyawa tersebut.

Salah satu teknologi yang sekarang sedang dikembangkan untuk meremediasi tanah atau air yang tercemar limbah adalah fitoremediasi. Teknologi ini memanfaatkan tanaman untuk mengurangi atau menghilangkan polutan dari dalam tanah atau air (Rismana, 2001). Metode ini mulai dimanfaatkan karena mudah dikembangbiakan, aman digunakan, memberikan efek positif, multi guna, biaya relatif rendah, dan mampu mereduksi kontaminan, sehingga memberi keuntungan bagi kehidupan masyarakat. Aiyen (2004) melaporkan beberapa tanaman yang dapat digunakan untuk fitoremediasi diantaranya, bunga matahari, keluarga palma, tembakau dan enceng gondok.

Muramoto dan Oki dalam Sudibyo (1989) menjelaskan, bahwa enceng gondok selain dapat menghilangkan logam berat seperti cuprum, aurum, cobalt, strontium, merkuri, timah, kadmium dan nikel, juga dapat digunakan untuk menghilangkan polutan, karena fungsinya sebagai sistem filtrasi biologis dan dapat menghilangkan nutrien mineral.

Pada penelitian terdahulu (Yusmaneli,2006) menunjukan bahwa senyawa phenol mampu diserap enceng gondok sejumlah 25,4 % dalam kurun waktu 50 jam. Penyerapan fenol meningkat pada saat pemberian nutrisi pada enceng gondok menjadi 34% dalam waktu yang sama. Penelitian berikutnya yang dilanjutkan oleh Heriyanti diperoleh bahwa enceng gondok mampu menyerap klorofenol hingga 46,67% dalam waktu 15 jam dengan penambahan nutrisi

Kemampuan enceng gondok yang mampu menyerap senyawa fenol dan klorofenol dengan baik maka kemungkinan enceng gondok juga dapat menyerap air tercemar dari senyawa triclorofenol karna zat ini adalah turunan dari fenol.

Tidak ada komentar: